Arsip untuk September, 2011

Jangan Pakai Linux!


Ya! Buat kamu yang belum pernah mencoba menggunakan sistem operasi yang identik dengan logo pinguin ini, ada baiknya untuk tidak mencoba memakainya! Loh? Kenapa? Berikut beberapa alasan untuk tidak menggunakan Linux.

1. Linux itu susah!
Iya itu faktanya. Linux itu susah! Bener-bener susah! Sekali kamu coba memakainya maka akan sulit bagi kamu untuk tidak mengulangi untuk memakainya lagi. Linux bagai candu yang akan membuat pemakainya betah berlama-lama berinteraksi dengannya, dan seringkali memberikan pertanyaan-pertanyaan yang unik dan menarik.

2. Linux itu mainan para hacker!
Buat yang merasa dirinya bukan hacker, sangat disarankan untuk tidak memakai Linux. Mengapa? Iya, karena Linux akan membuat kamu mandiri.

Hmmm… mandiri? Contohnya?

Di Linux, kamu akan menemukan banyak hal baru dan menarik. Kamu akan terus mencoba dan mencoba. Sedikit demi sedikit ‘hack‘ pada sistem operasi ini akan kamu lakukan.

Hack? Iya, hack! Terdengar keren dan begitu geek, bukan? Semua itu legal untuk dilakukan di Linux, karena source codenya dengan mudah dapat kamu peroleh, kamu modifikasi, ubah sana, ubah sini, dan menyebarkannya ulang dengan bebas pula, selama tidak keluar dari ruang lingkup General Public License.

3. Linux itu merugikan!
Pihak-pihak yang mendukung konsep proprietary software tentulah akan merasa dirugikan. Mengapa? Karena bila semakin banyak pengguna Linux (dan open source) tentu lahan bisnis mereka akan semakin tergerus terus dan terus.

Tapi, tidak hanya kerugian dari segi finansial saja yang akan mereka dapat. Melainkan juga ada banyak keuntungan yang akan mereka peroleh, meskipun tidak mereka rasakan secara langsung. Contohnya? Karena software open source tersedia source codenya dengan bebas, maka pengembang software proprietary pun dapat ‘mengintip’ dan ‘mencomot’ beberapa bagian software yang mereka anggap menarik untuk kemudian diintegrasikan ke dalam software komersial mereka.

Duh, contohnya masih kurang nih! Oke… oke… Kita ambil contoh Sun Microsystems dengan software office suite mereka yang ternama, OpenOffice dan StarOffice. Hmmm… ada apa dengan OpenOffice dan StarOffice? Sungguh menarik melihat fenomena yang terjadi di sini. OpenOffice dibangun berdasarkan source code StarOffice, lisensi yang disematkan ke OpenOffice ini bersifat open source yang dikembangkan secara gotong royong dengan komunitas yang tersebar di seantero benua di muka bumi ini. Dari hasil pengembangan OpenOffice, Sun Microsystems kemudian mengambil beberapa bagian kodenya untuk kemudian diintegrasikan ke StarOffice dengan ditambahkan beberapa ‘hasil keringat’ ‘orang dalam’ Sun Microsystems. Lisensi StarOffice sendiri bersifat proprietary. Sebuah hubungan timbal balik yang unik dan saling menguntungkan, bukan?

4. Linux itu jelek dan tidak menarik
Pernyataan itu tidak salah, namun tidak juga benar. Bila kita melihat Linux secara parsial, yakni hanya kernel/intinya saja tentu pernyataan itu dapat dibenarkan. Apa sih yang bisa dilakukan oleh ’seonggok’ kernel? Dan meskipun kernel itu bisa dipakai, apa sih yang menarik dari tampilan command line based dengan background hitam dan teks putih saja?

Namun bila kita melihat Linux secara keseluruhan sebagai satu kesatuan sistem operasi yang komplit, dengan desktop environment dan lingkungan kerja berbasis GUI (Graphical User Interface) yang indah, kemungkinan kamu akan membantah pernyataan itu. Kasih contoh dong! Oke, mari kita tilik sejenak desktop GNOME atau KDE (atau yang lainnya) dengan Compiz enabled dan setting animasi desktop yang maksimal, saya yakin kamu akan takjub melihat keindahannya. Tidak percaya? Silakan berkunjung ke YouTube dan masukkan kata kunci pencarian “compiz desktop”, tonton salah satu video demonstrasinya.

5. Linux itu membingungkan
Amat sangat membingungkan! Itulah perasaan yang akan kamu temui saat pertama kali menatap ‘wajah’ Tux si pinguin ini. Bingung mau memakai distribusi Linux apa, bingung mau pakai software yang mana, bingung untuk menginstal aplikasi apa diantara sekian banyak aplikasi, bingung untuk memilih desktop environment (GNOME, KDE, Xfce, dsb), dan banyak kebingungan-kebingungan lain yang mungkin akan kamu jumpai.

Semua itu wajar. Di dunia Linux dan open source, freedom is the will. Saking beragamnya kebebasan yang ditawarkan, maka tidaklah mengherankan bila perkembangan Linux dan software open source pada umumnya dapat dibilang pesat.

Belum lagi ditambah dengan kebingungan mau bertanya kepada siapa bila nantinya kamu menemui kendala yang serius dikarenakan saking banyaknya LUG (Linux User Group) baik yang bertaraf lokal maupun internasional yang siap membantu menyelesaikan masalah yang kamu temui.

6. Linux itu mahal
Benar sekali! Linux itu mahal! Karena kamu ‘kemungkinan’ akan mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk mendapatkannya. Iya! Semahal satu dua keping CD/DVD blank untuk ‘membakar’ salinan/ISOnya.

Juga untuk membayar koneksi internet (bila ada) atau CD/DVD repository (paket software dalam CD/DVD). Kita ambil contoh DVD repository Ubuntu yang dijual di berbagai toko online, harganya berkisar antara 50.000 s.d 100.000 rupiah! Dudududu… mahal sekali…

Setuju! Mahal sekali biaya yang harus dikeluarkan demi mendapatkan tambahan paket software free dan open source berkualitas yang super lengkap dan super banyak! Coba bandingkan dengan harga satu lisensi sistem operasi proprietary yang harganya berkisar diatas US$ 100 atau harga lisensi untuk satu software proprietary yang harganya bervariasi mulai dari US$ 19.99 hingga ratusan dollar! Ah, jauh sekali perbedaannya. Linux memang mahal.

Ubuntu, melalui program shipitnya menawarkan pengiriman CD Ubuntu gratis ke seluruh penjuru dunia. Namun tidak sepenuhnya gratis! Melainkan mesti membayar ’semacam pajak yang entah terang atau gelap’ ke Kantor Pos, yang biayanya berkisar antara 5000 s.d 7000 rupiah. Mahalnya…

7. Linux itu membodohkan
Maksudnya?

Begini, betapa ‘bodoh’nya ‘orang-orang itu’, sudah capek-capek membuat program eh… kok malah diberikan begitu saja kepada orang lain, berikut source codenya pula! Tanpa meminta imbalan apa-apa! Logis nggak sih?

Melalui tindakan yang ‘bodoh’ itu, para programmer dan mereka yang berkecimpung di dunia open source telah berkontribusi yang tidak sedikit demi kemanusiaan dan perkembangan teknologi informasi untuk masa kini dan masa yang akan datang.

Melaui ‘kebodohan’ mereka pula, perkembangan software open source akan semakin cepat karena akan ada banyak orang yang turut berpartisipasi dalam mencari bugs yang mungkin ada untuk kemudian diperbaiki dan dioptimasi serta ditingkatkan fitur-fiturnya.

8. Linux itu berdosa
Ya, ‘berdosa’ kepada pengembang software proprietary karena tidak memberikan ‘pemasukan’ ke ‘kantong’ mereka dikarenakan software proprietary buatannya mendapatkan saingan dari software open source yang lebih murah, halal, dan legal dengan fitur yang tidak kalah (bahkan melebihi fitur-fitur yang ada pada software proprietary tersebut).

9. Linux itu menyedihkan
Sangat menyedihkan malah, bagaimana mungkin sistem operasi dengan usia yang relatif muda ini mampu berkembang pesat seperti sekarang ini, bahkan berani menghadapi sistem operasi proprietary yang telah dikembangkan jauh sebelumnya dan memiliki pangsa pasar yang tidak sedikit di seluruh dunia.

Bila dulu, banyak pihak yang meramalkan IBM OS/2 adalah sistem operasi masa depan, namun kenyataannya sekarang sungguh berbeda, OS/2 telah ‘down’ (bila tidak ingin dikatakan ‘mati’). Mari kita lihat bagaimana perkembangan Linux beserta software-software open source lainnya beberapa tahun kedepan.

Yup, diatas adalah beberapa alasan yang cukup logis untuk tidak memakai Linux. Sekarang terserah kepada kamu, masih mau memakai Linux?

by:http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2232253

Bocoran Wikileaks Tentang Kebobrokan Politik Microsoft (Terkait Open Source)

Sebelumnya maaf jika salah tempat. Tapi dari isinya bukan ke politik, karena tujuan utama menghambat atau melarang open source. Dan thread ini terkait open source juga.

Ane copas dari sini :
http://tanyarezaervani.wordpress.com…ia-sebelumnya/

Berdasarkan sebuah kabel yang dikirimkan oleh duta besar Amerika Serikat di Tunisia pada bulan September 2006, Microsoft tampak begitu gigih mendorong pemerintah Tunisia untuk menghapus kebijakan mereka mendorong penggunaan perangkat lunak open source dengan mendorong lahirnya kesepakatan “Program Kriminalitas Cyber” untuk melakukan pelatihan.

Kesepakatan itu juga menyetujui bahwa perusahaan akan memberikan kode sumber asli perangkat lunak Microsoft kepada rezim Tunisia, yang saat itu dikomandoi oleh Presiden Zine El-Abidine Ben Ali.

Kabel ini dipublikasikan minggu lalu oleh Wikileaks sebagai bagian dari publikasi kebocoran pesan-pesan dari kedutaan besar Amerika Serikat secara besar-besaran dan masif.

Di dalam kabel itu secara resmi ada pemberitahuan dari pejabat kedutaan ke Washington bahwa ada resiko jika pelatihan yang disepakati dapat digunakan lebih jauh untuk menindas rakyat Tunisia.

“Melalui sebuah program kriminalitas cyber, Microsoft akan melatih pejabat pemerintah di Departemen Hukum dan Kehakiman tentang bagaimana cara menggunakan komputer dan internet untuk mengatasi kejahatan. Sebagai bagian dari program ini, Microsoft akan memberikan kepada GOT [Government of Tunisia – Pemerintah Tunisia] kode sumber asli untuk program-program mereka,” demikian ungkap pesan kabel tersebut.

“Secara teori, meningkatkan kemampuan penegakan hukum GOT melalui pelatihan IT adalah positif, tetapi memberikan peluang intervensi GOT ke internet melahirkan pertanyaan apakah ini akan menambah kapasitas GOT untuk memonitor warganya sendiri,” lanjut pesan itu.

Pesan kabel itu diakhiri dengan observasi yang “akhirnya, bagi Microsoft keuntungan yang dihasilkan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan”.

Tunisia ‘Tidak Merdeka’

Penilaian terhadap Tunisia yang dilakukan oleh Freedom House pada tahun 2010 menempatkan negara itu sebagai negara yang ‘tidak merdeka’. Mereka mencatat bahwa Ben Ali “mengontrol dengan ketan” pemilihan umum serta menangkap dan memenjarakan para pemrotes pemerintah, termasuk para blogger, wartawan dan lawan politik. Pada awal 2011, rezim Ben Ali jatuh.

Kemitraan antara Tunisia dan Microsoft ditandatangani pada sebuah forum di Afrika Selatan pada Juli 2006. Pada awalnya, tidak ada satu pihakpun yang akan memberikan informasi kepada kedutaan besar tentang isi dari kesepakatan itu. Pada September 2006, akhirnya Direktur Jenderal Microsoft Tunisia Salma Smaoui memberikan penjelasan singkat di kantor Konsulat Ekonomi Amerika Serikat (disingkat di pesan kabel sebagai ‘EconOff’)

Selain pemberian akses kepada pemerintah Tunisia kepada kode sumber – yang mungkin dilakukan untuk meredam ketakutan terhadap perusahaan yang berbau Amerika, – menurut Smaoui, Microsoft juga menyetujui pendirian “Innovation Centre” di Tunisia untuk “mengembangkan kapasitas produksi perangkat lunak lokal”. Kabel tersebut mencatat bahwa hal tiu akan menghilangkan kekhawatiran rezim akan masalah tenaga kerja lokal.

Perusahaan tersebut menyetujui untuk melatih keterbatasn Tunisia di bidang IT. Smaoui berpendapat ini mungkin yang menyebabkan istri dari pemimpin Tunisia, Leila Ben Ali, mencari donasi untuk keterbatasan Tunisia tersebut.

Microsoft juga menawarkan bantuan kepada pemerintah untuk “mengupgrade dan memodernisasi kemampuan komputer dan jaringan mereka”, demikian yang disampaikan oleh kedutaan besar.

Sebagai balasannya, GOT menyetujui untuk membeli 12000 lisensi untuk mengupdate komputer-komputer pemerintah dengan perangkat lunak resmi Microsoft, mengganti versi bajakan yang selama ini digunakan, demikian dijelaskan oleh salah seorang pegawai Microsoft. Semenjak 2001, GOT mengadopsi kebijakan open source, dengan hanya menggunakan program-program free software.

“Selain itu, masa depan tender-tender GOT untuk perangkat-perangkat IT akan secara khusus menyebutkan bahwa perangkat mestilah “Microsoft-compatible”, yang saat itu dilarang oleh kebijakan Open Source Software Tunisia”.

Pada awal 2010, Amerika Serikat memperingatkan bahwa sensor internet meningkat di Tunisia. Saat revolusi akhirnya terjadi pada satu tahun kemudian, pemerintah secara terang-terangan mencoba untuk menutup informasi online seputar perbedaan pendapat yang akhirnya menggulingkan pemerintah dalam beberapa hari kemudian.

Perlawanan Open-source

Kabel tentang Tunisia itu hanya satu dari beberapa yang dimuat pada minggu lalu, menunukkan detail tentang upaya Microsoft melawan Open Source. Sebagai contoh, sebuah kabel yang dikirimkan pada Februari 2010 memaparkan bagaimana Microsoft dan Business Software Alliance (BSA) bertemu dengan pejabat Thailand untuk memberikan pendapat bahwa pemerintah mereka salah dalam mempromosikan Open Source untuk melawan pembajakan.

Kabel lain, dikirimkan dari kedutaan besar Caracas pada 16 Juni 2006, memuat perlawanan Microsoft pada draft undang-undang di Venezuela yang memandatkan penggunaan perangkat lunak Open Source di kalangan pemerintahan. Kabel itu mengungkap bahwa manajer umum Microsoft telah menunjukkan kepada pejabat EconOff Amerika Serikat suatu memo internal dari perusahaan minyak Venezuela, Petróleos de Venezuela (PDVSA).

Berdasarkan kabel tersebut, memo itu “mengklaim bahwa perusahaan perangkat lunak Amerika Serikat memiliki mekanisme ‘back door’ yang membuat pemerintah Amerika Serikat dapat mengakses informasi kapan saja, mengutip apa yang dimuat dalam Undang-undang Calea (United States Law of Assistance in Communications for Security Systems)”.

“Memo tersebut membuat klaim bahwa pemerintah Amerika Serikat secara simultan mematikan seluruh sistem operasi Microsoft sebelum serangan Irak, dan juga mencantumkan detail beragam program buatan hacker NSA dan CIA. Memo tersebut menyimpulkan bahwa [Venezuela] seharusnya tidak menandatangani kontrak dengan layanan apapun dari Amerika Serikat” lanjut pesan dalam kabel tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, Microsoft belum dapat memberikan komentar apapun tentang keterlibatan mereka di rezim Tunisia atau peran mereka sebagaimana disebutkan didalam memo internal PDVSA

Terjemah Bebas oleh Pengelola Blog http://tanyarezaervani.wordpress.com

Sumber :
http://www.cablegatesearch.net/cable…24&q=microsoft
http://www.zdnet.co.uk/news/complian…es-40091619/2/
http://www.zdnet.co.uk/news/security…each-40093813/
http://www.zdnet.co.uk/hot-topics/wikileaks-261856003/
http://www.freedomhouse.org/template…0&country=7936
http://www.zdnet.co.uk/news/networki…tain-40002141/
http://www.zdnet.co.uk/blogs/securit…isia-10021416/
http://tanyarezaervani.wordpress.com…t-di-thailand/
http://www.cablegatesearch.net/cable…ft%20venezuela

Sekali lagi, lihat dari sudut pandang open source dan linux, kemerdekaan dalam dunia perangkat lunak, dan taktik kotor Microsoft yang ada di balik berita ini. Suatu kebenaran yg diungkapkan oleh wikileaks agar masyarakat mengetahui hal ini.

Perkembangan Demokrasi di Indonesia by catur

Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Cabaran dan Pengharapan
Oleh: Irwan Prayitno

      Akhir milenium kedua ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Rejim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto akhirnya tumbang.

      Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah Soeharto tumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan secara damai, bertahap dan progresif. Yang ada justru muncul berbagai konflik serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia.Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yang menjalar kepada krisis keuangan sehingga pengaruh depresiasi rupiah berpengaruh signifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyat Indonesia.

     Inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat. Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam sebuah era demokrasi sesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat kehidupan ekonomi mereka justru tidak lebih baik dibandingkan ketika masa Orde Baru.

      Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi  terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi.

     Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut.

     Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum
Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik pada masa itu.
Lain pula dengan masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto. Stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. Namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara umum.

     Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.

     Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat.

     Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia.

     Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Para kaum tertindas mampu menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini terpendam dapat diketahui oleh publik. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik.

     Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan.

     Demokrasi di Indonesia masih berada pada masa transisi dimana berbagai prestasi sudah muncul dan diiringi ”prestasi” yang lain. Sebagai contoh, munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya beberapa koruptor. Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadan dengan ”dosa-dosa” mereka terhadap perekonomian.

     Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang masih dibahas di parlemen. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dari berbagai organisasi Islam.

Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme internasional. Hal ini menyebabkan dilema. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata kepada publik namun bisa dirasakan.
Tantangan dan Harapan Amartya Sen, penerima nobel bidang ekonomi menyebutkan bahwa demokrasi dapat mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini akan terbukti bila pihak legislatif menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan program-program yang efektif untuk mengurangi kemiskinan. Sayangnya, dalam masa transisi ini, hal itu belum terjadi secara signifikan.

     Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang cukup. Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka. Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam masa transisi. Demokrasi masih terkesan isu kaum elit, sementara ekonomi adalah masalah riil kaum ekonomi bawah yang belum diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini adalah salah satu tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

     Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Setiap manusia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, berserikat dan bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus yang terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah.

     Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi, berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan kerusakan. Tidak sedikit fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika terjadinya demonstrasi menyampaikan pendapat. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agar mereka bisa menikmati demokrasi.
Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akan
mengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak. Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentu menguntungkan Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi itu sendiri karena tidak diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya menguntungkan Indonesia. Standar ganda pihak asing juga akan menjadi penyebab mandulnya demokrasi di Indonesia.

     Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde Baru yang meledak pada saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan bagian dari  demonstrasi yang sulit dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Padahal anarkisme justru bertolak belakang dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai Islam.

     Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.

     Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya. Negara yang kuat tidak identik dengan otoritarianisme maupun militerisme.

     Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang kehidupan lainnya. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri.

     Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi.

     Semakin rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi.

     Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN OLEH SYAFWAN GIFFARI

BAB VI IDENTITAS NASIONAL

Kata “identitas” berasal dari kata identity berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan “Nasional” menunjuk pada sifat khas kelompok yang memiliki ciri-ciri kesamaan, baik fisik seperti, budaya, agama, bahasa, maupun non-fisik seperti, keinginan, cita-cita, dan tujuan. Jadi, “Identitas nasional” adalah identitas suatu kelompok masyarakat yang memiliki ciri dan melahirkan tindakan secara kolektif yang diberi sebutan nasional. Menurut Koenta Wibisono (2005) pengertian Identitas Nasional pada hakikatnya adalah “manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nasion) dengan ciri-ciri khas, dan dengan yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya”. Identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktuall yang berkembang dalam masyarakat Parameter Identitas Nasional a) Parameter artinya suatu ukuran atau patokan yang dapat digunakan untuk menyatakan sesuatu itu menjadi khas. b) Parameter identitas nasional berarti suatu ukuran yang digunakan untuk menyatakan bahwa identitas nasional itu menjadi ciri khas suatu bangsa. c) Indikator identitas nasional itu antara lain: – Pola perilaku yang nampak dalam kegiatan masyarakat: adat-istiadat, tata kelakuan, kebiasaan. – Lambang-lambang yang menjadi ciri bangsa dan negara: bendera, bahasa, lagu kebangsaan. – Alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan: bangunan, peralatan manusia, dan teknologi. – Tujuan yang dicapai suatu bangsa: budaya unggul, prestasi di bidang tertentu. Unsur-unsur pembentuk identitas nasional berdasarkan ukuran parameter sosiologis, yaitu: – suku bangsa, – kebudayaan, – bahasa, – kondisi georafis. Unsur-unsur Pembentuk Identitas Nasional Indonesia – Sejarah – Kebudayaan: • Akal budi • Peradaban: i-pol-ek-sos-han • Pengetahuan – Budaya Unggul – Suku Bangsa: keragaman/majemuk – Agama: multiagama – Bahasa